Mitos burung Jalak Lawu, nyaring
bergaung di telinga masyarakat kaki Gunung Lawu. Konon, burung jalak
berwarna kelabu ini sering muncul di depan pendaki. Bahkan, satwa ini
diyakini bakal pengantar pendaki hingga ke Argo Dumilah, Pucak Gunung
Lawu.
“Diyakini atau tidak, setiap saya mendaki
pasti menemui Jalak Lawu. Brung itu menclok beberapa meter di depan
kami. Kemudian terbang lagi dan menclok di depan kami lagi,” ujar
Sunaerto, warga Plaosan, Magetan.
Sunarto merupakan salah satu warga yang gemar mendaki ke puncak
Gunung Lawu. Dalam setahun kadang tiga hingga lima kali dia
mendaki.Waktunya tidak tentu.”Setiap bulan Suro saya pasti naik,”
lanjutnya.
Lelaki yang berprofesi sebagai aktivis pemerhati soal kemasyaraktan
di Magetan itu tak lagi asing dengan keberadaan Jalak Lawu. Bahkan dia
sering menjadikannya sebagai penunjuk jalan.”Warga Plaosan yakin, Jalak
Lawu merupakan burung pemandu pendaki. Saya sendiri sering mengikuti
arah terbang dia saat mendaki. Nyatanya gak pernah kesasar, meski cuaca
tak bersahabat,” ujarnya.
Terdapat dua teknik mengamati keberadaan Jalak Lawu. Pertama, jika
cuaca cerah bisa melihat arah terbangnya. Kedua, jika cuaca berkabut,
musti dicermati suara pekikannya.
Belum diketahui pasti berapa ekor burung Jalak yang berhabitat di
Lereng Gunung Lawu.Menurut warga sekitar, dulu burung berwana
keabu-abuan ini banyak dijumpai di kawasan setempat. Tapi sekarang sudah
jarang.
Konon, Jalak Lawu dulunya merupakan burung Jalak piaraan punggawa
Prabu Brawijaya V yang diyakini musna di Gunung Lawu. Brung itu
beranak-pinak dan terus berhabitat di kawasan gunung yang berlokasi di
perbatasan Jatim-Jateng itu.Sebagai pendaki sejati buktikan kalau anda pecinta alam dengan tidak memburu hewan atau binatang di gunung termasuk sang pemandu gunung lawu jalak lawu.